Jumat, 24 April 2009

Mengingat Kematian



Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat akan disempurnakan pahalamu. Siapa saja yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan“. (QS. Al-Imran : 185)

“Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti), apa yang akan dijalaninya besok. Dan tiada seorang pun ynag dapat mengetahui, di bumi mana ia akan mati.“ (Qs. Luqman : 34).

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah, siapakah orang yang pintar dan mulia?” Jawab beliau, “Orang yang selalu dzikrul maut dan orang yang mulia adalah orang yang selalu mempersiapkan bekal untuk menghadapi maut, merekalah orang-orang cerdas yang meninggalkan godaan dunia menuju kemuliaan akhirat

Chairil Anwar pernah berteriak dalam puisinya, "Aku mau hidup seribu tahun lagi", namun pada kenyataannya, angka 50 pun tidak dicapainya karena Allah menentukan lain. Dalam dunia Islam, kita mengenal Ulama As syahid Imam Hasan Al Banna yang ummat begitu berharap kiprah perjuangannya lebih lama dan buah pikirannya yang sudah begitu banyak masih bisa ditambah lagi. Artinya, ummat begitu berharap Allah memanjangkan umurnya agar kontribusi Sang Imam itu terus mengalir. Namun, lagi-lagi Allah berkehendak lain, ia pun tak sempat hidup lama, jika ukurannya adalah usia Rasulullah saw.

Disisi lain, banyak orang-orang yang diberi kesempatan oleh Allah untuk lebih lama mengemban amanah hidup di dunia. Namun tidak sedikit dari mereka yang justru tidak memanfaatkan secara maksimal kesempatan tersebut untuk berbuat yang terbaik untuk dipertanggungjawabkan di depan Tuhannya di yaumil akhir (hari akhir –hari kiamat).

Mati atau kematian adalah satu dari sekian rahasia Allah terhadap makhluk-Nya selain jodoh dan rizki. Kita memang tidak akan pernah tahu kapan sang ajal menghampiri, yang kita tahu pasti, hanyalah bahwa malaikat maut tidak mungkin datang terlambat meski sedetik --apalagi lupa ataupun alpa-- dari kewajibannya, dari waktu yang sudah ditentukan untuk menjemput ruh kita. Ia bisa datang setahun lagi, seminggu lagi, lusa, esok pagi saat matahari terbit, atau bahkan detik ini juga.

Anehnya, karena kerahasiaan akan waktu datangnya ajal itulah yang kemudian membuat kebanyakan manusia lupa akan keniscayaannya. Disaat itulah, kita seakan tak pernah berfikir bahwa kesempatan yang diberikan Allah di dunia ini hanya sesaat, layaknya orang yang sekedar mampir atau singgah untuk melanjutkan perjalanan menuju kehidupan yang lebih kekal.

Sebagian orang selalu mengganggap bahwa hidup di dunia akan dijalani begitu lama, sehingga seringkali waktu yang ada kurang ‘bermakna’ akhirat. Dunia dengan keindahan dan kenikmatannya telah melenakan kita dari mengingat mati. Sehingga pada masanya ajal itu tiba, sebagian besar manusia merasa Allah terlalu cepat mengirimkan Izrail kepadanya.

Kehidupan kita di bumi ini adalah sementara, terbatasi oleh maut. Orang-orang yang shalih akan mati, sebagaimana orang-orang yang thalih (kebalikan dari shalih) juga akan mati. Para mujahid juga akan mati, sebagaimana orang-orang yang berpangku tangan juga akan mati. Orang-orang yang mencari kemuliaan akan mati, sebagaimana orang-orang yang berada dalam kehinaan juga pasti akan mati. Para pemberani akan mati sebagaimana juga para pengecut. Yaaaaaa….. semuanya akan merasakan saat-saat ketidakberdayaan ketika napas sudah mendesak sampai ke kerongkongan. Perbedaannya hanyalah pada nasib akhir di hari kiamat nanti.

“……..Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Qs. 3. 185)

Sesungguhnya kata ‘dijauhkan’ (‘zuhsiha’ dalam lafadz di mushab Al Qur’an) itu sendiri menggambarkan makna seolah-olah neraka itu punya gaya grafitasi yang menarik setiap orang untuk mendekatinya dan masuk ke dalam jangkauanya. Sehingga ia memerlukan orang lain yang menariknya sedikit demi sedikit untuk membebaskannya dari grafitasinya yang sangat kuat. Siapa yang bisa lepas dari jangkauannya, terhindar dari grafitasinya dan masuk surga, sungguh ia sangat beruntung. Demikianlah tabiat neraka. Seperti halnya kemaksiatan juga mempunyai grafitasi. Bukankah jiwa juga memerlukan orang lain yang melepaskannya dengan kuat dari grafitasi kemaksiatan?

Dunia memang sebuah kesenangan yang memperdayakan. Tetapi ia bukan kesenangan yang sejati. Kesenangan dunia adalah kesenangan yang meniup manusia, dan seringkali disangka sebagai sebuah kesenangan yang sebenarnya.

„.....Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan“ (Qs. 3: 185)

Sesungguhnya, kesenangan yang berhak kita perjuangkan adalah kesenangan ketika kita sukses dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

Manakala hakikat kematian dan ‘kesenangan’ ini telah tertanam dalam jiwa. Manakala jiwa telah membuang kisah-kisah ambisi terhadap kehidupan, pada saat itulah Alloh swt menyampaikan pada hamba-hamba-Nya, peringatan tentang ujian pada harta dan jiwa yang senantiasa ’mengintai’ mereka.

„.......Kami sungguh-sungguh akan diuji pada hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kami dan dari orang-orang yang mempersekutukan Alloh, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang diutamakan“. (Qs. 3 : 186)

Berbagai sarana ujian dan fitnah bisa saja berbeda-beda mengikuti perbedaan jaman. Berbagai sarana ‚provokasi’ dan ‚propaganda’ yang menjauhkan ummat Islam dari cahaya Islam terus diperbaharui oleh ‚kaum penentang’ kejayaan Islam, guna meredupkan cahaya Islam dan menimbulkan kekacauan balauan dalam barisan Islam.

Pengarahan Alloh melalui Al-Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh saw senantiasa hadir ke hadapan kita dalam menyikapi ujian dan fitnah kehidupan. Oleh sebab itu, optimislah dalam menghadapi ujian kehidupan, gangguan, dan fitnah, ketika bekal AL-Qur’an dan as-sunnah telah kita pegang. Kesabaran dan ketaqwaan adalah bekal dalam perjalanan hidup.

„....Hai orang-orang ynag beriman, bertaqwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya takwa kepadaNya.“ (Qs. 3 : 102)

„........Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buah-an. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang bersabar“. (Qs. 2 : 155)

„.....Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu“. (Qs. 3 : 200)

Dengan kesabaran dan ketaqwaan, Insya Alloh, segala ujian dan fitnah akan terasa lebih ringan dan kita pun bisa tetap optimis melangkah kehidupan pada jalan Alloh.

orang-orang beriman akan senantiasa mengingat Allah dengan segala kebesaran-Nya dan segala kekuasaan-Nya termasuk urusan mati. Dzikrul maut menjadi lafasnya sehari-hari, maka hari-harinya pun dimanfaatkan untuk mengumpulkan bekal taqwa untuk kehidupan selanjutnya, sehingga mereka selalu siap kapanpun utusan Allah datang untuk membawanya menghadap.

Mereka bahkan begitu sadar akan datangnya hari dimana mereka harus menghadap Tuhannya. Mereka tahu bahwa mereka akan malu jika bertemu Allah dengan wajah penuh dosa dan kehinaan. Orang-orang seperti ini, banyak berbuat kebaikan, infaq dan shodaqohnya sedemikian tak terhitung, malam-malamnya tak pernah sepi dari air mata khauf (takut) Allah tidak menerima semua amalan-amalannya dan roja' (penuh harap). Dia menggolongkannya ke dalam ummat yang diberi nikmat.

Keindahan dan kenikmatan dunia bukan penghalang bagi mereka untuk terus mengingat mati, justru mereka sangat takut kedua hal tersebut akan melenakannya dari mengingat mati. Semua kenikmatan tersebut yang sesungguhnya adalah untuk disyukuri agar senantiasa mengingat Si Pemberi kenikmatan dunia.

Kekhawatirannya akan dunia yang melenakan itulah, kadang tidak sedikit orang-orang yang beriman memilih "mati muda" sebagai jalan terbaiknya. Dengan jalan yang sudah disyariatkan Allah dan dicontohkan para sahabat Rasulullah, mereka senantiasa menentang maut mempertaruhkan ajal untuk memerangi kemaksiatan dan kezhaliman. Tentu jauh lebih penting bagi mereka adalah kerinduan mereka akan syahid dan bertemu Allah sebagai cita-cita tertingginya. Mereka sangat tidak mempedulikan dengan cara apa mereka mendapatkan keistimewaan itu, meski dengan tubuh berkeping-keping, kepala tertembus timah panas, karena tujuan mereka adalah menjadikan hidupnya bermakna di dunia dan berarti di akhirat. Senyum wajah Allah-lah yang senantiasa mereka harap bisa dilihat di surga kelak. Keinginan bertemu dengan ‚kekasih’ yang dicintai adalah keinginan yang terpendam dalam dada mereka sebagaimana juga keinginan dari Alloh swt.

Rasulullah ketika bercerita tentang Nabi Ibrahim as yang mengatakan ketika nyawanya mau diambil Ibrahim bertanya kepada Malaikat Maut, "Apakah seorang Kekasih akan mematikan kekasihnya?" Lalu Tuhan menjawab melalui Malaikat Maut, "Apakah engkau berpikir bahwa seorang pecinta tak ingin berjumpa dengan kekasihnya?" Ibrahim kemudian berkata, "Kalau begitu, sekarang ambillah nyawaku!" Karena itulah, dalam Al Qur'an surat Al Jumu'ah ayat 6 disebutkan: Maka harapkanlah kematian jika kalian betul-betul cinta. Kematian adalah tanda cinta yang sejati. Kalau orang sudah mencintai kematian, itu artinya ia sudah memiliki kecintaan kepada kepada Allah swt.

Karenanya, sebelum masa itu (kematian) tiba, marilah segera menuju ampunan-Nya yang luasnya lebih dari langit dan bumi yang dipersiapkan hanya untuk orang-orang yang bertaqwa. Karena Allah, Pencipta semesta alam ini akan lebih gembira melihat hamba-hamba yang menyegerakan taubat atas setiap titik kesalahannya. Jauh dari gembiranya melihat orang yang kembali menemukan seluruh harta bendanya yang pernah hilang.

(Al Harits bin Suwaid), ia berkata: Abdullah menyampaikan dua hadits kepadaku, salah satunya dari Rasulullah saw dan yang satu lagi dari dirinya sendiri. Ia berkata: "Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung dan ia takut kalau (gunung itu) jatuh menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya, lalu ia melakukan begini, yaitu menghalaunya dengan tangannya." Kemudian ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sungguh Allah lebih gembira terhadap taubat seorang hamba-Nya yang beriman daripada seorang laki-laki yang turun di padang sahara yang tandus bersama kendaraannya yang mengangkut makanan dan minumannya. Lalu ia meletakkan kepalanya dan tertidur. Ketika bangun ia mendapati kendaraannya telah pergi, lalu ia mencarinya. Ketika merasa sangat lapar dan haus, ia berkata: "Aku akan kembali ke tempatku semula, lalu aku akan tidur hingga mati." Lalu ia meletakkan kepalanya di atas lengannya untuk mati. Kemudian ia terbangun, dan tiba-tiba kendaraannya berada di sisinya beserta dengan bekal dan minumannya. Sungguh Allah lebih gembira terhadap taubat hamba-Nya yang beriman dari pada kegembiraan orang tersebut terhadap kendaraan dan bekalnya." (Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

Selain itu, marilah kita bersama-sama berusaha meniti jalan menuju pribadi yang sholihah yang kaaffah (menyeluruh) dalam memeluk dan menjalani syariat Islam ini.

„Hai orang-orang yang beriman, masuklah dalam ke Islam secara keseluruhan. Janganlah kalian menuruti langkah2 syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.“ (Qs. 2 : 208).

Jalan menuju kekaaffah memang jalan yang sukar lagi mendaki, tapi percayalah, sekali lagi dengan bekal taqwa dan sabar, Insya Alloh kita mampu menjalaninya.

Sehingga, kapanpun datangnya kematian itu, sekarang ataupun nanti saat usia kita sepuh, apapun caranya, berperang atau berdiam diri, dimanapun tempatnya, di medan perang ataupun di tempat tidur, saat ia datang sudah seharusnya kita telah memenuhi tas perbekalan kita dengan sebanyak-banyaknya bekal taqwa. Sehingga, Izrail pun tersenyum dan bangga saat menghampiri bahkan dengan bangga menghantarkan ruh ini ke hadapan Sang Khaliq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar